Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Syafruddin menjelaskan, pemindahan ibu kota baru ke Kalimantan secara otomatis akan diikuti pemindahan 130.000 Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau ASN. Mereka yang dipindah umumnya ASN berusia muda dan atau belum memiliki keluarga.

Meski begitu, Syafruddin menegaskan, pemindahan ASN tidak serta-merta langsung dilakukan setelah pengumuman pemindahan ibu kota baru. Kemungkinan, ujarnya, pemindahan dilakukan pada 2024. Pasalnya, ada tahap dan proses yang harus dilalui terkait pemindahan ibu kota, mulai dari payung hukum, perencanaan infrastuktur, dan lain sebagainya.

“Seluruh K/L karena semua kementerian akan pindah. Jadi yang pasti pindah presiden, wapres, seluruh kementerian akan pindah. Kemudian lembaga-lembaga yang mengurusi pusat, lembaga legislatif, lembaga negara lain,” kata Syafruddin kepada Tirto.

Menurutnya, alasan pemindahan ASN semata-mata agar tugas kenegaraan dan pemerintahan bisa tetap berputar normal tanpa harus tersekat pulau. ASN memang harus selalu berdekatan dengan Presiden agar lebih efisien. Apalagi, bagi ASN yang tupoksinya seputar perumusan kebijakan dan pengelolaan keuangan seperti Kementerian Keuangan.

Lebih lanjut, dikutip dari Katadata, menurut Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Wibisana, ada lima ASN yang diprioritaskan pindah ke ibu kota baru terlebih dahulu. Mereka berasal dari Kementerian Pertahanan, Kementerian Keuangan, Kementerian Hukum dan HAM, dan Kementerian Agama. Baru setelahnya, dikuti ASN dari kementerian lain.

Sementara itu, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengajukan diri menjadi yang pertama pindah ke lokasi ibu kota negara baru.

Kepala BKKBN Hasto Wardoyo menuturkan, lembaganya bisa mengawali analisis pola migrasi baru kependudukan di Indonesia melalui pemindahan ibu kota ini.

“Kalau seandainya kita geser ke Kaltim, pasti pola migrasi penduduk berubah, kalau pola migrasi penduduk berubah saya yakin pemerataan bonus demografinya akan lebih cepat, sehingga kesejahteraan akan lebih cepat, dari sisi kajian dan kependudukan seperti itu,” kata Hasto kepada BBC Indonesia.

Hasto menilai selama ini usia penduduk produktif tidak merata di Indonesia, dan hanya berpusat di Pulau Jawa. Andai ibu kota baru pindah ke Kaltim, maka penyebaran penduduk akan bergeser ke Indonesia bagian timur.

“Ketika banyak angka usia kerja ke sana maka akhirnya terjadi beban keluarga itu turun karena yang produktif lebih banyak dari yang tidak produktif,” katanya kepada sumber yang sama.

BKKBN sendiri mengaku siap setiap saat pindah ke Kaltim, lantaran jumlah pegawai di Jakarta tidak sebanyak yang tersebar di daerah.

Saat ini jumlah PNS BKKBN sebanyak 18.000 tersebar di seluruh Indonesia, termasuk Kaltim. Sementara, di Jakarta hanya 600 PNS.

“Harapan saya dimulai dari yang mudah itu seperti BKKBN, kan lebih mudah dibandingkan kementerian-kementerian yang gemuk lainnya,” jelas Hasto.

Meski demikian, beberapa ASN mengaku sangat cemas dengan rencana pemindahan lokasi kerja itu. Dian, ibu dua anak yang telah menjadi PNS selama lima tahun di salah satu kementerian, mengeluh kepada BBC Indonesia, “Nanti ada fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, tapi nggak tahu di sana seperti apa, itu saja yang kita jadi pikiran.

Anak Dian yang tertua masih duduk di sekolah dasar, dan yang paling kecil berusia 1,5 tahun. Ia berharap kualitas pendidikan di Kaltim bisa setara dengan di Jakarta.

“Sementara di sini misalnya, sudah bagus pendidikannya. Nah, di sana seperti apa, apakah bisa sama bagusnya, atau lebih bagus,” tambahnya.

Senada, Hafiz, PNS di salah satu kementerian sekaligus orang asli Jakarta yang memiliki anak yang masih di sekolah dasar juga cemas.

“Kalau untuk pendidikannya itu harus dipastikan juga, kalau di Jakarta kan sudah bagus,” katanya.

Tak hanya masalah pendidikan, fasilitas penyangga termasuk hiburan juga harus dipikirkan masak-masak.

“Lebih ke mental, menguatkan diri kalau tinggal di tempat baru yang fasilitasnya tidak selengkap di Jakarta. Kalau di Jakarta kita punya, punya hiburan, olahraga, konser, hiburan apa pun mudah didapat. Kalau tinggal di situ pasti minimal fasilitas dan infrastruktur,” kata Hanna, salah seorang ASN lainnya, dilansir dari sumber yang sama.

“Belum pernah ke sana. Tapi berharap layak untuk ditinggali,” imbuhnya.

Lantas, bagi mereka yang tetap enggan pindah ke Kalimantan karena alasan keluarga dan fasilitas, apa solusi dari pemerintah? Bagi yang menolak, ujar Syafrudin, harus siap menerima pensiun dini.

Sumber: https://www.matamatapolitik.com/dali...-news-polling/